1.400 tahun lalu, seorang laki2 yang tidak pernah mengenyam pendidikan serta tidak bisa membaca-tulis menyampaikan pelajarannya : "berikanlah suatu pekerjaan kepada ahlinya", "bila suatu pekerjaan diberikan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya"
Tentu semua hafal hadist ini, dari Baginda Rasulullah Muhammad saw, yang alhamdulillah bisa sampai kepada kita, tanpa mengalami perubahan isi dalam proses komunikasinya
Bayangkan sebuah perjalanan pesan selama 1.400 tahun tidak mengalami perubahan atau interferensi dalam komunikasinya, betapa sangat mengagumkan, "unbelieveable", padahal komunikasi dengan rekan dekat-dekat saja, sering sekali diwarnai miskomunikasi yang menimbulkan "esmosi jiwa"
Mengapa miskomunikasi ini sering terjadi? Apa karena komunikasinya sarat ditumpangi dengan vested of interest? (kepentingan pribadi)
Bagi jiwa-jiwa dalam pencarian, setiap hari adalah kesempatan untuk belajar, mencari .... memperbaiki diri (instrospeksi)
Karena mengkritik orang lain, seringkali bukanlah penyelesaian, bahkan sebuah indikasi masalah kejiwaan
Sering orang mengatakan : "Kritik itu kan membangun".... ya... membangun amarah...!!!
(Bila ada kesempatan, alangkah baiknya baca "In Search of Your True Self, Walter D. Staples, 1996")
Lalu dimanakah batas ketinggian atau kesempurnaan belajar itu? jawabnya adalah TIDAK ADA
Merasa paling tahu dalam satu hal, membuat kita terlena serta berhenti belajar, lalu terkaget-kaget ketika ada orang lain tahu lebih banyak, padahal usianya lebih muda
Fenomena nabi Chaidir di jaman nabi Musa a.s adalah sebuah peringatan sangat kentara jelasnya agar bijaksana dalam menilai kebenaran milik kita, karena bisa saja ada orang lain lebih banyak tahu
Itulah tantangan untuk selalu belajar, mencari kebenaran sejati, semakin mendekati hakiki, mendorong diri menjadi ahlinya dibidangnya masing-masing
Internet telah membuat jaman ini menjadi sangat terbuka, sehingga semua perlu berlomba dengan waktu serta kesempatan untuk terus menggapai kebenaran-kebenaran universal, global, bukan kebenaran lokal, sektoral (sekte) apalagi personal
Apalah artinya ilmu, tanpa kemampuan mengaplikasikannya? Tidak lain hanyalah sebuah kemubaziran
Bukankah kita sering dengar "pesan", pahala yang terus mengalir setelah mati nanti, salah satunya adalah ilmu yang diamalkan
(amal = kerja, dari bahasa arab ; diamalkan = dikerjakan, diaplikasikan. Menurut Wikipedia kata ini sering dipertukarkan dengan sedekah)
Apa artinya mempelajari ilmu komunikasi, tetapi tidak diamalkan dalam keseharian, malah digunakan untuk menyalahkan cara komunikasi orang lain?
Apa artinya mempelajari manajemen, tetapi tidak diamalkan dalam keseharian, malah digunakan untuk menyalahkan cara manajemen orang lain?
Sungguh sebuah kesia-siaan
(Sebuah Renungan Menjelang Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei)
Tentu semua hafal hadist ini, dari Baginda Rasulullah Muhammad saw, yang alhamdulillah bisa sampai kepada kita, tanpa mengalami perubahan isi dalam proses komunikasinya
Bayangkan sebuah perjalanan pesan selama 1.400 tahun tidak mengalami perubahan atau interferensi dalam komunikasinya, betapa sangat mengagumkan, "unbelieveable", padahal komunikasi dengan rekan dekat-dekat saja, sering sekali diwarnai miskomunikasi yang menimbulkan "esmosi jiwa"
Mengapa miskomunikasi ini sering terjadi? Apa karena komunikasinya sarat ditumpangi dengan vested of interest? (kepentingan pribadi)
Bagi jiwa-jiwa dalam pencarian, setiap hari adalah kesempatan untuk belajar, mencari .... memperbaiki diri (instrospeksi)
Karena mengkritik orang lain, seringkali bukanlah penyelesaian, bahkan sebuah indikasi masalah kejiwaan
Sering orang mengatakan : "Kritik itu kan membangun".... ya... membangun amarah...!!!
(Bila ada kesempatan, alangkah baiknya baca "In Search of Your True Self, Walter D. Staples, 1996")
Lalu dimanakah batas ketinggian atau kesempurnaan belajar itu? jawabnya adalah TIDAK ADA
Merasa paling tahu dalam satu hal, membuat kita terlena serta berhenti belajar, lalu terkaget-kaget ketika ada orang lain tahu lebih banyak, padahal usianya lebih muda
Fenomena nabi Chaidir di jaman nabi Musa a.s adalah sebuah peringatan sangat kentara jelasnya agar bijaksana dalam menilai kebenaran milik kita, karena bisa saja ada orang lain lebih banyak tahu
Itulah tantangan untuk selalu belajar, mencari kebenaran sejati, semakin mendekati hakiki, mendorong diri menjadi ahlinya dibidangnya masing-masing
Internet telah membuat jaman ini menjadi sangat terbuka, sehingga semua perlu berlomba dengan waktu serta kesempatan untuk terus menggapai kebenaran-kebenaran universal, global, bukan kebenaran lokal, sektoral (sekte) apalagi personal
Apalah artinya ilmu, tanpa kemampuan mengaplikasikannya? Tidak lain hanyalah sebuah kemubaziran
Bukankah kita sering dengar "pesan", pahala yang terus mengalir setelah mati nanti, salah satunya adalah ilmu yang diamalkan
(amal = kerja, dari bahasa arab ; diamalkan = dikerjakan, diaplikasikan. Menurut Wikipedia kata ini sering dipertukarkan dengan sedekah)
Apa artinya mempelajari ilmu komunikasi, tetapi tidak diamalkan dalam keseharian, malah digunakan untuk menyalahkan cara komunikasi orang lain?
Apa artinya mempelajari manajemen, tetapi tidak diamalkan dalam keseharian, malah digunakan untuk menyalahkan cara manajemen orang lain?
Sungguh sebuah kesia-siaan
(Sebuah Renungan Menjelang Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei)
Photo Source : stat.kompasiana.com
"Seorang pendidik harus memberikan dorongan moral dan semangat belajar dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan anak didiknya, karena paling tidak hal ini dapat menumbuhkan motivasi serta semangat belajar"
Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tidak bisa dipisahkan dari sosok Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia
Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tidak bisa dipisahkan dari sosok Ki Hadjar Dewantara, tokoh yang berjasa memajukan pendidikan di Indonesia